Welcome to My Blog :)

Selama Masih Ada Kesempatan

Pages

Thursday 28 February 2013

Pembelajaran Transformasi Geometri dengan Pendekatan Problem Posing


PEMBELAJARAN TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Transformasi Geometri
Pada Jurusan Tadris Matematika Semester V I


50235_53174594471_5196_n.jpg

Disusun Oleh :
Siti Marhamah (1410150158)

Dosen Pengampu:
Arif Muchyidin, M.Si

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2013


PEMBELAJARAN TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN
PENDEKATAN PROBLEM POSING

            Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang mempunyai padanan istilah pengajuan masalah atau yang lebih lazim disebut bertanya.ketika bertanya, berarti mengandung pertanyaan yang disampaikan secara verbal. Dari suatu pertanyaan itulah, kadang berpikir baru dimulai. Bertanya dan berpikir bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi dan berkaitan. Bila ada pertanyaan, ada aktifitas berpikir. Sebaliknya, ketika berpikir dimulai otomatis pertanyaan-pertanyaan akan muncul. Makin banyak kita bertanya, maka makin banyak pula kita berpikir. Karena kegiatan bertanya dan berpikir itulah, seorang ilmuwan bisa menemukan suatu yang baru dalam bidang ilmu yang digelutinya. Selain itu, berawal dari suatu pertanyaan pula, ilmu pengetahuan dan teknologi bisa berkembang dengan pesat.
Hampir setiap hari kita pasti mengajukan suatu pertanyaan. Baik pertanyaan yang ditujukan pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tetapi tidak setiap pertanyaan yang kita ajukan, merupakan suatu pertanyaan yang berbobot. Karena suatu pertanyaan yang berkualitas tidak langsung tiba-tiba muncul. Mengajukan pertanyaan yang baik perlu proses. Untuk mengajukan suatu pertanyaan yang berkualitas perlu banyak latihan. Selain berlatih, banyak bergaul dengan orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas sangat membatu meningkatkan keterampilan bertanya.
Sayangnya, dalam tradisi pendidikan kita penanaman keterampilan bertanya pada siswa belum mendapatkan perhatian yang serius. Sementara ini, keterampilan bertanya lebih ditekankan kepada guru. Guru dilatih dan dibimbing bagaimana cara bertanya yang baik kepada siswanya. Guru dilatih bertanya, mulai pertanyaan yang sifatnya menjajaki konsep yang telah diajarkan sampai pada pertanyaan tingkat tinggi. Sedangkan kesempatan siswa bertanya porsinya masih sedikit. Padahal menanamkan keterampilan bertanya sejak dini pada siswa sangatlah penting. Agar mereka terampil bertanya dan berpikir kritis.
Belajar bertanya sangat penting dalam proses pendidikan. Karena bertanya merupakan awal dari kegiatan berfilsafat. Bertanya, juga mengandung makna, sebagai awal usaha intelektual. Dengan bertanya, pikiran bisa terangsang untuk maju, membuka cakrawala ilmu pengetahuan, dan mendobrak wawasan yang kaku dan sempit. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan bertanya pada siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Khususnya, keterampilan mengajukan pertanyaan dari masalah yang ada. Pembelajaran dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
A.    Ruang Lingkup Pembelajaran Problem Posing
Problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan kegiatan pembelajaran pada pembentukan soal dengan kegiatan perumusan soal dan mengerjakan soal dari suatu - situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah. Hal ini memberi kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan perkembangan pengetahuan berfikir.
1.       Landasan pemikiran pendekatan problem posing
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah telah diatur dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dapat ditemukan dalam dokumen KTSP bahwa pembelajaran matematika memiliki tujuan sebagai berikut,
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dengan belajar matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan bernalar yang tercermin dalam kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis,  dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin, dalam pemecahan suatu permasalahan dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari – hari.
Namun, keadaan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran matematika cenderung text book dan teacher center dan kurang terkait dengan kehidupan sehari–hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsep – konsep akademik kurang bisa atau dulit dipahami.
Sementara itu, kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan pun kurang bervariasi. Akibatnya, motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkandan pola belajar cenderung hafalan dan mekanistis.
            Menyikapi hal tersebut, sudah saatnya diadakan perubahan, inovasi atau gerakan perubahan mind set ke arah tujuan pembelajaran mtematika yang diharapkan. Pembelajaran matematika seharusnya lebih banyak variasi metode, strategi maupun pendekatannya, guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengetur dan memberdayakan variabel pembelajaran, merupakan bagian pentingdalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan.
Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam medesain model  pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi oleh guru.
Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa
Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya.
                        Problem posing dalam pembelajaran
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing bisanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawanya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar induvidu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.
Penerapan dan penilaian yang cukup sederhana dari pendekatan ini, yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan soal yang sejenis atau setara dari soal yang telah dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja di sampaikan. Cara yang seperti ini sangat cocok digunakan dalam pembelajaran untuk rumpun mata pelajaran MIPA. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah ada, kita bisa mencermati bagaimana siswa mengganti variabel-variabel yang dikatahui lalu mencari variabel yang ditanyakan.
Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak pada fokus belajar siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka mereka akan berusaha untuk mencari jawaban dari pernyaan yang telah mereka baca. Tapi lain masalahnya ketika dibalik. Bila membaca materi terlebih dahulu, maka ketika sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan membacanya kembali atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab soal yang ada. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi terlebih dahulu, lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya setelah itu baru membaca materinya.
Berdasarkan paparan diatas, nampaknya pembelajaran dengan pendekatan problem posing sejalan dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing, siswa bisa belajar aktif dan mandiri. Ia akan membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks. Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan suatu informasi dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru.
Pembelajaran transformasi geometri
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika sekolah, karena banyaknya konsep yang termuat. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Geometri digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ilmuwan, arsitek, artis, insinyur, dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi yang menggunakan geometri secara reguler. Dalam kehidupan sehari-hari, geometri digunakan untuk mendesain rumah, taman, atau dekorasi Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri.
Usiskin (1987:26-27) mengemukakan bahwa geometri adalah (1) cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual, (2) cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan (4) suatu contoh sistem matematika.

Geometri transformasi adalah pemetaan satu- satu, dengan menggunakan hinpunan titik-titik sebagai input dan returning points sebagai output. Untuk sederhananya, hinpunan-himpunan input dinamakan obyek dan outputnya yang bersesuaian dinamakan image. Tergantung dari konteks, transformasi-transformasi dapat dipandang sebagai diterapkan pada obyek-obyek geomeri yang umum dikenal, misalnya garis, polygon, atau polihedra ataupun pada ruang dimana obyek-obyek itu ada.
Geometri Transformasi menawarkan pandangan yang dalam terhadap hakekat dari banyak topic tradisional, termasuk kongruensi, kesebangunan, dan symetri. Geometri transformasi juga berfungsi sebagai basis bagi banyak aplikasi kontemporer dalam seni, arsitek, engenering, film dan televisi.Yang lebih berarti lagi adalah bagaimana Felix Klein memberi definisi tentang suatu geometri: “Suatu geometry adalah suatu studi tentang sifat-sifat dari suatu himpunan S yang tetap tidak berubah bilamana element-elemen S ditransformasikan oleh sekelompok transformasi. Definisi ini menetapkan geometri transformasi sebagai suatu cara memahami hubungan-hubungan diantara semua geometri, Euclid dan non Euclid.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan menurut Budiarto, menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
2.     Kelebihan dan kelemahan pendekatan problem posing
a.      Kelebihan
kelebihan dari model pembelajaran ini, antara lain :
1)     Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran
2)     Mendidik siswa berpikir sistematis
3)     Mendidik siswa agar tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan
4)     Siswa mampu mencari berbagai jalan dari kesulitan yang dihadapi
5)     Mendatangkan kepuasaan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh siswa lain
6)     Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
b.     Kelemahan
Selain mempunyai kelebihan, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan, antara lain :
1)     Pembelajaran membutuhkan waktu yang relatif lama
2)     Membutuhksn buku penunjsng ysng berkuslitas sebagai referensi pembelajaran dan pembuatan soal
3)     Pada pelaksanaan kegiatan belajar dengan pendekatan problem posing, suasana kelas cenderung gaduh karena siswa diberikan demokrasi untuk bertanya.
B.    Aplikasi Pendekatan Problem Posing
Langkah – langkah pembelajaran dengan problem posing
Langkah pembelajaran
Kegiatan guru
Kegiatan siswa
Pendahuluan
Dengan tanya jawab, mengingatkan kembali materi sebelumnya yang relevan,
Berusaha mengingat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diingatkan guru.
Menginformasikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dan pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran
Berusaha memahami tujuan, kompetensi , dan pendekatan dalam pembelajaran
Pengembangan
Menyajikan materi pembelajaran dengan strategi yang sesuai dan berusaha selalu melibatkan siswa dalam kegiatan,
Mengikuti kegiatan dengan antusias, termotivasi, menjalin interaksi dan berusaha berpartisipasi aktif.
Dengan tanya jawab membahas kegiatan dengan menggunakan pendekatan problem posing dengan memberikan contoh atau cara membuat soal.
Berpartisipasi aktif dalam kegiatan
Memberi kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang dirasa belum jelas
Bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami
Penerapan
Melibatkan siswa dalam pendekatan problem posing dengan memberi kesempatan siswa membuat soal dari situasi yang diberikan .
Kegiatan dapat dilakukan secara kelompok atau individul.
Merumuskan soal berdasarkan situasi yang diketahui secara individual atau kelompok
Mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri
Menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri
Penutup
Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajarinya
Berusaha untuk dapat menyimpulkan materi yang sudah dipelajarinya

Contoh Implementasi pendekatan problem posing pada pembelajaran transformasi geometri, menentukan bayangan objek suatu translasi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Nama sekolah : MAN 1 CIREBON
Mata Pelajaran          : MATEMATIKA
Kelas / Semester        : XII/I
Alokasi Waktu           :2x45 menit
Standar kompetensi : menggunakan konsep matriks, vektor dan transformsi dalam pemeceahan masalah
Kompetensi Dasar        :  menggunakan tranformasi geometri yang tepat, dinyatakan dengan matriks dalam pemecahan masalah
Indikator                        :
 Menentukan bayangan suatu transformasi geometri
I.      Tujuan Pembelajaran
·        Siswa mampu memahami konsep transformasi geometri
·        Siswa mampu menyelesaikan permaslahan yang berkaitan dengan transformasi geometri
       II.    Bahan / Materi Ajar
Transformasi geometri
III.   Metode Pembelajaran
        Problem posing
IV.   Langkah-langkah Pembelajaran
a.     Kegiatan awal :
1.     Guru memberi salam sebagai pembuka pelajaran.
2.     Guru mengecek kehadiran siswa.(5 menit)
3.      Apersepsi : (10 menit)
Guru mengingatkan kembali  tentang materi sebelumnya mengenai operasi matriks dan sifatnya.
4.     Motivasi : Guru menjelaskan arti penting transformasi geometri dalam penyelesaian permasalahan kehidupan sehari-hari, misalnya cara kerja eskalator, blender, pembuatan peta, dan sebagainya.(5 menit)
5.     Menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu memahami konsep transformasi geometri dengan pendekatan pembelajaran problem posing. (5 menit)
b.       kegiatan inti
6.     Guru memberikan soal yang diselesaikan siswa secara berkelompok (30 menit)
Translasi T1=(p,q) memetakan titik A (1,2) ke A’(4,6).
a. tentukanlah translasinya!.
b. Tentukanlah bayangan segitiga ABC dengan titik sudut A(1, 2),
B(3, 4), dan C(-5, 6) oleh translasi tersebut..”
7.     Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi yang dimaksud di dalam soaldengan cara memberikan petunjuk – petunjuk atau saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari masalah yang belum dipahami.
“untuk menyelesaikan permasalahan, akan lebih mudah jika ditentukan terlebih dahulu translasi yang pertama dengan sifat operasi penjumlahan matriks.”
8.     Siswa menyelesaikan permasalhan dengan cara mereka sendiri, kemudian hasilnya dipresentasikan di depan kelas.
9.     Guru dan siswa membahas permasalahan yang dipresentasikan, menyediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan.(20 menit)
10.  Siswa diberi kebebasan menyusun soal baru yang relevan kemudian mengerjakannya secara individual
11.  Guru memberikan kesimpulan dari hasil – hasil yang disampakan.(10 menit)
c.                 Kegiatan akhir
12.  Guru memberikan post test  untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan
13.  Guru memberikan tugas rumah dari buku paket penunjang pembelajaran
14.  Guru mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam.(5 menit)
V.          Alat / Bahan / Sumber belajar :
Alat                       :  papan tulis, mistar dan sepidol
Media                    :  Barang yang ada dalam kehidupan sehari-hari
Sumber Belajar     :  Buku Paket dan LKS yang dipakai siswa di sekolah
VI.   Penilaian :
tugas uraian
KESIMPULAN

Sebenarnya banyak cara bagaimana mengaktifkan siswa. Salah satunya melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Melalui pendekatan ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan pengetahuannya dengan cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa dengan pendekatan ini, bisa dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan yang kompleks. Selain itu, dengan pendekatan tersebut siswa akan belajar sesuai dengan tingkat berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tidak diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem posing sesuai dengan pengetahuaan mereka yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih bersemangat, kritis dan kreatif. Sehingga hasilnya, , dengan pendekatan problem posing siswa diharapkan lebih peka terhadap masalah yang timbul disekitanya dan mampu memberikan penyelesaian yang cerdas.








DAFTAR PUSTAKA

Awalia, dkk. Buku Ajar Matematika Program IPA Kelas XII Semester 1. CV Shindunata.Solo.
Budiarto, M.T.. 2000. Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya. Tersedia dalam : http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele-lengkap/20 februari 2013/. [online].
Pesta E.S. dan Cecep Anwar H F. S. 2008. Matematika Aplikasi untuk Sma IPA Kelas XII. Pusat Perbukuan Depdiknas.Jakarta. Ebook.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi Guru Atau Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta : Kencana Prenada.
Sudjana, N. (2005). Dasar – dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Usman, M. Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.






0 komentar:

Post a Comment