PEMBELAJARAN TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Transformasi Geometri
Pada Jurusan Tadris Matematika Semester V I
Disusun
Oleh :
Siti Marhamah (1410150158)
Dosen Pengampu:
Arif Muchyidin,
M.Si
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
2013
PEMBELAJARAN TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN
PENDEKATAN PROBLEM POSING
Problem
posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang mempunyai padanan istilah
pengajuan masalah atau yang lebih lazim disebut bertanya.ketika bertanya,
berarti mengandung pertanyaan yang disampaikan secara verbal. Dari suatu
pertanyaan itulah, kadang
berpikir baru dimulai. Bertanya dan berpikir bagaikan dua sisi mata uang yang
saling melengkapi dan berkaitan. Bila ada pertanyaan, ada aktifitas berpikir.
Sebaliknya, ketika berpikir dimulai otomatis pertanyaan-pertanyaan akan muncul.
Makin banyak kita bertanya, maka makin banyak pula kita
berpikir. Karena kegiatan bertanya dan berpikir itulah, seorang ilmuwan bisa menemukan suatu yang baru
dalam bidang ilmu yang digelutinya. Selain itu,
berawal dari suatu pertanyaan pula, ilmu pengetahuan dan teknologi bisa
berkembang dengan pesat.
Hampir
setiap hari kita pasti mengajukan suatu pertanyaan. Baik pertanyaan yang
ditujukan pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tetapi tidak setiap
pertanyaan yang kita ajukan, merupakan suatu pertanyaan yang berbobot. Karena
suatu pertanyaan yang berkualitas tidak langsung tiba-tiba muncul. Mengajukan
pertanyaan yang baik perlu proses. Untuk mengajukan suatu pertanyaan yang
berkualitas perlu banyak latihan. Selain berlatih, banyak bergaul dengan orang
yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas sangat membatu meningkatkan
keterampilan bertanya.
Sayangnya, dalam tradisi pendidikan
kita penanaman keterampilan bertanya pada siswa belum mendapatkan perhatian
yang serius. Sementara ini, keterampilan bertanya lebih ditekankan kepada guru.
Guru dilatih dan dibimbing bagaimana cara bertanya yang baik kepada siswanya.
Guru dilatih bertanya, mulai pertanyaan yang sifatnya menjajaki konsep yang
telah diajarkan sampai pada pertanyaan tingkat tinggi. Sedangkan
kesempatan siswa bertanya porsinya masih sedikit. Padahal menanamkan
keterampilan bertanya sejak dini pada siswa sangatlah penting. Agar mereka
terampil bertanya dan berpikir kritis.
Belajar bertanya sangat penting
dalam proses pendidikan. Karena bertanya merupakan awal dari kegiatan
berfilsafat. Bertanya, juga mengandung makna, sebagai awal usaha intelektual.
Dengan bertanya, pikiran bisa terangsang untuk maju, membuka cakrawala ilmu
pengetahuan, dan mendobrak wawasan yang kaku dan sempit. Oleh karena itu,
pembelajaran keterampilan bertanya pada siswa perlu mendapat perhatian yang
lebih. Khususnya, keterampilan mengajukan pertanyaan dari masalah yang ada. Pembelajaran
dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut
pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
A. Ruang Lingkup Pembelajaran
Problem Posing
Problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang
menitikberatkan kegiatan pembelajaran pada pembentukan soal dengan kegiatan perumusan
soal dan mengerjakan soal dari suatu - situasi yang tersedia, baik dilakukan
sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah. Hal ini memberi kesempatan
yang luas kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan
perkembangan pengetahuan berfikir.
1. Landasan
pemikiran pendekatan problem posing
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah
telah diatur dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dapat ditemukan
dalam dokumen KTSP bahwa pembelajaran matematika memiliki tujuan sebagai
berikut,
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, table,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dengan belajar matematika diharapkan siswa
memiliki kemampuan bernalar yang tercermin dalam kemampuan berpikir kritis,
logis, sistematis, dan memiliki sifat
obyektif, jujur, disiplin, dalam pemecahan suatu permasalahan dalam bidang
matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari – hari.
Namun, keadaan di lapangan belumlah sesuai
dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran matematika cenderung text book dan
teacher center dan kurang terkait dengan kehidupan sehari–hari siswa. Pembelajaran
cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsep – konsep akademik
kurang bisa atau dulit dipahami.
Sementara itu, kebanyakan guru dalam mengajar
masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain
tidak melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan pun kurang
bervariasi. Akibatnya, motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkandan pola belajar
cenderung hafalan dan mekanistis.
Menyikapi
hal tersebut, sudah saatnya diadakan perubahan, inovasi atau gerakan perubahan
mind set ke arah tujuan pembelajaran mtematika yang diharapkan. Pembelajaran
matematika seharusnya lebih banyak variasi metode, strategi maupun
pendekatannya, guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam
mengetur dan memberdayakan variabel pembelajaran, merupakan bagian pentingdalam
keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan.
Karena itu, pemilihan metode, strategi dan
pendekatan dalam medesain model
pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang bermakna
adalah tuntutan yang mesti dipenuhi oleh guru.
Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Kontruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran
filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan
pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia
pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Siswa tidak
lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah
siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan
sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan
sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang
paling tahu. Guru hanya salah satu sumber
belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman
sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki
tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber
belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi
siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar
bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai
fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara
tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi
siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman
untuk menumbuhkan pemahaman siswa
Oleh karena
itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada
siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat
menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan
melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya.
Problem posing dalam pembelajaran
Pembelajaran
dengan pendekatan problem posing bisanya diawali dengan
penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode
ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya,
pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan
menjawanya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing.
Mereka diberi kesempatan belajar induvidu atau berkelompok. Setelah pemberian
contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi
diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan
menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.
Penerapan dan
penilaian yang cukup sederhana dari pendekatan ini, yaitu dengan cara
siswa diminta mengajukan soal yang sejenis atau setara dari soal yang telah
dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat
sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja di sampaikan. Cara
yang seperti ini sangat cocok digunakan dalam pembelajaran untuk rumpun mata
pelajaran MIPA. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah
ada, kita bisa mencermati bagaimana siswa mengganti variabel-variabel yang
dikatahui lalu mencari variabel yang ditanyakan.
Bagi siswa
yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang
untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka
akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang
tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih
kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan
kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan
kemampuannya.
Pembelajaran
dengan pendekatan problem posing dapat juga dimulai dari
membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang terdapat dalam buku
ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini berkebalikan dengan cara
belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan pada siswa biasanya
bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman latihan. Kelebihan
membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak pada fokus belajar
siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka mereka akan
berusaha untuk mencari jawaban dari pernyaan yang telah mereka baca. Tapi lain
masalahnya ketika dibalik. Bila membaca materi terlebih dahulu, maka ketika
sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan membacanya kembali
atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab soal yang ada.
Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi terlebih dahulu,
lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya setelah itu baru
membaca materinya.
Berdasarkan
paparan diatas, nampaknya pembelajaran dengan pendekatan problem posing sejalan
dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran
dengan pendekatan problem posing, siswa bisa belajar aktif dan
mandiri. Ia akan membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan
yang kompleks. Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan
suatu informasi dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu
pemahaman baru.
Pembelajaran transformasi geometri
Geometri
menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika sekolah, karena banyaknya
konsep yang termuat. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian
abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran
dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan
pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram,
sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan
untuk mempelajari struktur matematika dan aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Geometri digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmuwan, arsitek, artis, insinyur, dan pengembang perumahan adalah sebagian
kecil contoh profesi yang menggunakan geometri secara reguler. Dalam kehidupan
sehari-hari, geometri digunakan untuk mendesain rumah, taman, atau dekorasi Pada
dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa
dibandingkan dengan cabang matematika yang lain, namun bukti-bukti di lapangan
menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah. Banyak siswa yang masih
mengalami kesulitan dalam memahami materi geometri.
Usiskin
(1987:26-27) mengemukakan bahwa geometri adalah (1) cabang matematika yang
mempelajari pola-pola visual, (2) cabang matematika yang menghubungkan
matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) suatu cara penyajian
fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan (4) suatu contoh
sistem matematika.
Geometri transformasi adalah pemetaan satu-
satu, dengan menggunakan hinpunan titik-titik sebagai input dan returning
points sebagai output. Untuk sederhananya, hinpunan-himpunan input
dinamakan obyek dan outputnya yang bersesuaian dinamakan image.
Tergantung dari konteks, transformasi-transformasi dapat dipandang sebagai
diterapkan pada obyek-obyek geomeri yang umum dikenal, misalnya garis, polygon,
atau polihedra ataupun pada ruang dimana obyek-obyek itu ada.
Geometri Transformasi menawarkan pandangan yang
dalam terhadap hakekat dari banyak topic tradisional, termasuk kongruensi,
kesebangunan, dan symetri. Geometri transformasi juga berfungsi sebagai basis
bagi banyak aplikasi kontemporer dalam seni, arsitek, engenering, film dan
televisi.Yang lebih berarti lagi adalah bagaimana Felix Klein memberi definisi
tentang suatu geometri: “Suatu geometry adalah suatu studi tentang sifat-sifat
dari suatu himpunan S yang tetap tidak berubah bilamana element-elemen S
ditransformasikan oleh sekelompok transformasi. Definisi ini menetapkan
geometri transformasi sebagai suatu cara memahami hubungan-hubungan diantara
semua geometri, Euclid dan non Euclid.
Tujuan
pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai
kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi
secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan menurut
Budiarto, menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan,
menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca
serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
2. Kelebihan dan kelemahan pendekatan problem
posing
a. Kelebihan
kelebihan dari model pembelajaran ini, antara lain :
kelebihan dari model pembelajaran ini, antara lain :
1) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran
2) Mendidik siswa berpikir sistematis
3) Mendidik siswa agar tidak mudah putus asa dalam
menghadapi kesulitan
4) Siswa mampu mencari berbagai jalan dari kesulitan yang
dihadapi
5) Mendatangkan kepuasaan tersendiri bagi siswa jika soal
yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh siswa lain
6) Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi
yang diajarkan.
b. Kelemahan
Selain mempunyai kelebihan, pendekatan ini juga mempunyai
kelemahan, antara lain :
1) Pembelajaran membutuhkan waktu yang relatif lama
2) Membutuhksn buku penunjsng ysng berkuslitas sebagai
referensi pembelajaran dan pembuatan soal
3) Pada pelaksanaan kegiatan belajar dengan pendekatan
problem posing, suasana kelas cenderung gaduh karena siswa diberikan demokrasi
untuk bertanya.
B. Aplikasi Pendekatan Problem Posing
Langkah – langkah pembelajaran dengan problem posing
Langkah pembelajaran
|
Kegiatan
guru
|
Kegiatan
siswa
|
Pendahuluan
|
Dengan tanya jawab, mengingatkan kembali materi sebelumnya yang
relevan,
|
Berusaha mengingat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang diingatkan guru.
|
Menginformasikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan
kompetensi dasar dan pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran
|
Berusaha memahami tujuan, kompetensi , dan pendekatan dalam
pembelajaran
|
|
Pengembangan
|
Menyajikan materi pembelajaran dengan strategi yang sesuai dan berusaha
selalu melibatkan siswa dalam kegiatan,
|
Mengikuti kegiatan dengan antusias, termotivasi, menjalin
interaksi dan berusaha berpartisipasi aktif.
|
Dengan tanya jawab membahas kegiatan dengan menggunakan
pendekatan problem posing dengan memberikan contoh atau cara membuat soal.
|
Berpartisipasi aktif dalam
kegiatan
|
|
Memberi kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
dirasa belum jelas
|
Bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami
|
|
Penerapan
|
Melibatkan siswa dalam pendekatan problem posing dengan memberi
kesempatan siswa membuat soal dari situasi yang diberikan .
Kegiatan dapat dilakukan secara kelompok atau individul.
|
Merumuskan soal berdasarkan situasi yang diketahui secara
individual atau kelompok
|
Mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuatnya
sendiri
|
Menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri
|
|
Penutup
|
Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah
dipelajarinya
|
Berusaha untuk dapat menyimpulkan materi yang sudah dipelajarinya
|
Contoh Implementasi pendekatan problem posing pada
pembelajaran transformasi geometri, menentukan bayangan objek suatu translasi
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
Nama sekolah : MAN 1 CIREBON
Mata Pelajaran : MATEMATIKA
Kelas /
Semester : XII/I
Alokasi Waktu :2x45 menit
Standar kompetensi : menggunakan konsep matriks, vektor dan
transformsi dalam pemeceahan masalah
Kompetensi
Dasar : menggunakan tranformasi
geometri yang tepat, dinyatakan dengan matriks dalam pemecahan masalah
Indikator
:
Menentukan bayangan suatu
transformasi geometri
I. Tujuan
Pembelajaran
·
Siswa mampu memahami
konsep transformasi geometri
·
Siswa mampu menyelesaikan
permaslahan yang berkaitan dengan transformasi geometri
II. Bahan / Materi Ajar
Transformasi geometri
III. Metode Pembelajaran
•
Problem posing
IV. Langkah-langkah
Pembelajaran
a. Kegiatan awal :
1. Guru
memberi salam sebagai pembuka pelajaran.
2. Guru
mengecek kehadiran siswa.(5
menit)
3. Apersepsi : (10 menit)
Guru mengingatkan
kembali tentang materi sebelumnya
mengenai operasi matriks dan sifatnya.
4. Motivasi : Guru menjelaskan arti penting transformasi geometri dalam
penyelesaian permasalahan kehidupan sehari-hari, misalnya cara kerja eskalator,
blender, pembuatan peta, dan sebagainya.(5 menit)
5. Menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu memahami konsep transformasi geometri
dengan pendekatan pembelajaran problem posing. (5 menit)
b. kegiatan inti
6. Guru memberikan soal yang diselesaikan siswa secara berkelompok (30 menit)
“Translasi T1=(p,q) memetakan titik A (1,2) ke A’(4,6).
a. tentukanlah
translasinya!.
b. Tentukanlah
bayangan segitiga ABC dengan titik sudut A(1, 2),
B(3, 4), dan C(-5,
6) oleh translasi tersebut..”
7. Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi yang dimaksud di dalam soaldengan cara
memberikan petunjuk – petunjuk atau saran seperlunya, terbatas pada
bagian-bagian tertentu dari masalah yang belum dipahami.
“untuk menyelesaikan permasalahan, akan lebih mudah jika
ditentukan terlebih dahulu translasi yang pertama dengan sifat operasi
penjumlahan matriks.”
8. Siswa menyelesaikan permasalhan dengan cara mereka sendiri, kemudian
hasilnya dipresentasikan di depan kelas.
9. Guru dan siswa membahas permasalahan yang dipresentasikan, menyediakan
waktu untuk mengajukan pertanyaan.(20 menit)
10. Siswa diberi kebebasan menyusun soal baru yang relevan kemudian
mengerjakannya secara individual
11. Guru memberikan kesimpulan dari hasil – hasil yang disampakan.(10 menit)
c.
Kegiatan akhir
12. Guru memberikan post test untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan
13. Guru memberikan tugas rumah dari buku paket penunjang pembelajaran
14. Guru mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam.(5 menit)
V.
Alat / Bahan /
Sumber belajar :
Alat
: papan tulis,
mistar dan sepidol
Media
: Barang yang ada dalam kehidupan sehari-hari
Sumber
Belajar : Buku Paket dan LKS yang dipakai siswa
di sekolah
VI. Penilaian :
tugas uraian
KESIMPULAN
Sebenarnya banyak cara bagaimana
mengaktifkan siswa. Salah satunya melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
Melalui pendekatan ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan
pengetahuannya dengan cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa dengan
pendekatan ini, bisa dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan
yang kompleks. Selain itu, dengan pendekatan tersebut siswa akan belajar sesuai
dengan tingkat berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang
pandai tidak diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem
posing sesuai dengan pengetahuaan mereka yang telah dimiliki
sebelumnya. Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih bersemangat, kritis
dan kreatif. Sehingga hasilnya, ,
dengan pendekatan problem posing siswa diharapkan lebih peka
terhadap masalah yang timbul disekitanya dan mampu memberikan penyelesaian yang
cerdas.
DAFTAR PUSTAKA
Awalia, dkk. Buku Ajar Matematika Program IPA Kelas
XII Semester 1. CV Shindunata.Solo.
Budiarto, M.T.. 2000. Pembelajaran Geometri dan
Berpikir Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika
“Peran Matematika Memasuki Milenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS
Surabaya. Surabaya. Tersedia
dalam : http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele-lengkap/20
februari 2013/. [online].
Pesta E.S. dan Cecep Anwar H F. S. 2008. Matematika Aplikasi untuk Sma IPA
Kelas XII. Pusat Perbukuan Depdiknas.Jakarta. Ebook.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma
Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi Guru Atau Pendidik dalam Implementasi
Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta : Kencana Prenada.
Sudjana, N. (2005). Dasar – dasar Proses
Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Usman, M. Uzer. (1993). Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.